Minggu, 18 September 2011

Rhinitis Alergika

A. PENDAHULUAN
Respon hidung terhadap stimuli dari luar diperankan pertama-tama oleh mukosa kemudian baru oleh bentuk anatomi tulang. Fungsi utama hidung adalah untuk saluran udara, penciuman, humidifikasi udara yang dihirup, melindung saluran napas bawah dengan cara filterisasi partikel, transport oleh silia mukosa, mikrobisidal , antivirus, imunologik, dan resonan suara. Histamin merupakan mediator penting gejala alergi pada hidung, hal ini berbeda dengan saluran nafas bagian bawah.(1,2)

Rhinitis dapat terjadi sepanjang tahun, tetapi insidensnya bergantung pada musim. Di belahan bumi utara, insidens rhinitis meningkat. Rhinitis tetap tinggi selama musim dingin, dan menurun pada musim semi, sedangkan di daerah tropis, rhinitis terutama terjadi pada musim hujan.(3)

Rhinitis alergika musiman, pollinosis musiman, dan demam rumput semuanya menggambarkan kompleks gejala yang terlihat pada anak yang telah tersensitisasi terhadap tepung sari pohon-pohonan, rumput-rumputan dan tembakau yang dibawa angin. Perkiraan menunjukan, bahwa 5-9% anak pada contoh yang tidak terseleksi memenuhi kriteria diagnostic. Prevalensi bertambah menurut umur.(4)

Pada rhinitis alergika yang berlangsung sepanjang tahun penderita menunjukkan gejala-gejala sepanjang tahun. Agen-agen penyebab, bila agen-agen tersebut dapat dikenali, biasanya agen yang kurang lebih padanya penderita terpapar terus menerus, meskipun paparan mungkin bervariasi selama satu tahun tersebut. Allergen hirupan di dalam rumah adalah yang paling sering terlibat. Allergen ini adalah komponen debu-debu rumah, bulu, allergen atau ketombe hewan peliharaan rumah, serta spora jamur. Kadang-kadang pada penderita, makanan menyebabkan gejala rhinitis alergika. Beberapa penderita mungkin mampu menelan makanan tertentu dengan bebas, kecuali selama musim tepung sari; jika penelanan makanan tersebut menyebabkan gejala-gejala hidung memburuk, prognosisnya tidak baik. Pemantauan anak dengan rhinitis alergika usia 8-11 tahun selanjutnya mengungkapkan, bahwa hanya 10% bebas gejala; asma atau mengi terjadi pada 19%.(4)

B. DEFENISI
Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE. (5)

C. ETIOLOGI
Gejala rhinitis alegik dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah pajanan udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara, tinta cetak, bau makanan, bubuk detergen, serta bau minuman beralkohol. Umumnya faktor pencetus ini berupa iritan non spesifik.(1,5)

Alergen penyebab pada bayi dan anak sering disebabkan oleh makanan allergen ingestan, sedangkan allergen inhalan lebih berperan dengan betambahnya usia. Manifestasi klinis reaksi hipersensitifitas tipe I pada telinga, hidung dan tenggorok anak menjelang usia 4 tahun jarang ditemukan. (1,5)

D. PATOGENESIS
Manifestasi alergi pada hidung paling sering terjadi dibandingkan dengan organ lain, karena fungsi hidung sebagai penyaring partikel dan allergen hirup untuk melindungi saluran pernafasan bagian bawah. Partikel yang terjaring di hidung akan dibersihkan oleh sistem mukosilia. (1,5)

Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Hal ini berbeda dengan alergi saluran napas bagian bawah. Histamin bekerja langsung pada reseptor histamin selular, dan secara tidak langsung melalui reflex yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui sistem saraf otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer dan edema local. Reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca pajanan allergen. (1,5)
 
Reflex bersin dan hiperskresi sebetulnya adalah reflex fisiologik yang berfungsi protektif terhadap antigen yang masuk melalui hidung. Iritasi sedikit saja pada daerah mukosa dapat seketika menimbulkan respons hebat di seluruh mukosa hidung . Newly formed mediator adalah mediator yang dilepas setelah terlepasnya histamine, misalnya leukotrien (LTB4, LTC4), prostaglandin (PGD2), dan PAF. Efek mediator ini menyebabkan vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas vascular sehingga menyebabkan gejala hidung tersumbat (nasal blockage), meningkatnya sekresi kelenjar sehingga menimbulkan gejala beringus kental (mucous rhinorroe). (1,5)

Kurang lebih 50% rhinitis alergik merupakan manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I fase lambat. Gejala baru timbul setelah 4-6 jam pasca pajanan allergen akibat reaksi inflamasi jaringan yang berkepanjangan. Prostaglandin (PGD2) banyak terdapat secret hidung ketika terjadi fase cepat, tetapi tidak terdapat pada fase lambat, karena mediator ini banyak dihasilkan oleh sel mast. Fase cepat diperankan oleh sel mast dan basofil, sedangkan fase lambat lebih diperankan oleh basofil. (1,5)

Gejala rhinitis alergik fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya penciuman, dan hiperreaktivitas lebih diperankan oleh eosinofil. Mekanisme eosinofilia local pada hidung masih belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa teori mekanisme terjadinya eosinifilia antara lain teori meningkatnya kemotaksis, ekspresi molekul adhesi atau bertambah lamanya hidup eosinofil di dalam jaringan. (1,5)

Sejumlah mediator peptide (sitokin) berperan dalam proses terjadinya eosinofilia. Sitokin biasanya diproduksi oleh limfosit T, tapi dapat juga oleh sel mast, basofil, makrofag dan epitel. IL-4 berperan merangsang sel limfosit B melakukan isotype switch untuk memproduksi IgE, disamping berperan juga meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada epitel vascular (VCAM 1) yang secara selektif mendatangkan eosinofil ke jaringan. IL 3 berperan merangsang pematangan sel mast. IL 5 perperan secara selektif untuk diferensiasi dan pematangan eosinofil dalam sumsum tulang, mengaktifkan eosinofil untuk melepaskan mediator, dan memperlama hidup eosinofil dalam jaringan. Akibat meningkatnya eosinofil dalam jaringan maka terjadilah proses yang berkepanjangan dengan keluhan hidung tersumbat, hilangnya penciuman, hiperreaktivitas hidung. (1,5)

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis rhinitis alergik baru ditemukan pada anak usia di atas 4-5 tahun dan insidensinya akan meningkat secara progresif dan akan mencapai 10-15% pada usia dewasa. manifestasi gejala klinis rhinitis alergik yang khas ditemukan pada orang dewasa dan dewasa muda. Pada anak manifestasi klinis dapat berupa rinosinusitis yang berulang, adenoiditis, otitis media dan tonsillitis. (1,5)

Sesuai dengan patogenesisnya, gejala rhinitis alergik dapat berupa rasa gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, dan bernafas melalui mulut. Secret hidung dapat keluar melalui lubang hidung atau berupa post nasal drip yang ditelan. Hidung tesumbat dapat terjadi bilateral, Unilateral atau bergantian. Gejala bernapas melalui mulut sering terjadi pada malam hari yang dapat menimbulkan gejala tenggorokan kering, mengorok, gangguan tidur, serta gejala kelelahan pada siang hari. Gejala lain dapat berupa suara sengau, gangguan penciuman dan pengecapan, dan gejala sinusitis. Gejala kombinasi bersin, ingusan serta hidung tersumbat adalah gejala yang paling sering dirasakan mengganggu dan menjengkelkan. (1,5)

Anak yang menderita rhinitis alegik kronik dapat mempunyai bentuk wajah yang khas. Sering didapatkan warna gelap (dark circle atau shiners) serta bengkak (bags) di bawah mata. Bila terdapat gejala hidung tersumbat yang berat pada anak, sering terlihat mulut selalu terbuka yang disebut sebagai adenoid face. Keadaan ini memudahkan timbulnya gejala lengkung palatum yang tinggi, overbite serta maloklusi. Anak yang sering menggosok hidung karena rasa gata menunjukkan tanda yang disebut allergic salute. (1,5)

Menurut saat timbulnya, maka rinitis alergik dapat dibagi menjadi rinitis alergik intermiten (seasonal-acute-occasional allergic rhinitis) dan rinitis alergik persisten (perennial-chronic-long duration rhinitis). (1,5)

1. Rinitis alergik intermiten
Rinitis alergik intermiten mempunyai gejala yang hilang timbul, yang hanya berlangsung selama kurang dari 4 hari dalam seminggu atau kurang dari empat minggu. Rinitis alergik musiman yang sering juga disebut hay fever disebabkan oleh alergi terhadap serbuk bunga (pollen), biasanya terdapat di negara dengan 4 musim. Terdapat 3 kelompok alergen serbuk bunga yaitu: tree, grass serta weed yang tiap kelompok ini berturut-turut terdapat pada musim semi, musim panas dan musim gugur. (1,5)

Penyakit ini sering terjadi yaitu pada sekitar 10% populasi, biasanya mulai masa anak dan paling sering pada dewasa muda yang meningkat sesuai bertambahnya umur dan menjadi masalah pada usia tua. Gejala berupa rasa gatal pada mata, hidung dan tenggorokan disertai bersin berulang, ingus encer dan hidung tersumbat. Gejala asma dapat terjadi pada puncak musim. Gejala ini akan memburuk pada keadaan udara kering, sinar matahari, serta di daerah pedesaan. (1,5)

2. Rinitis alergik persisten
Rinitis alergik persisten mempunyai gejala yang berlangsung lebih dari 4 hari dalam seminggu dan lebih dari 4 minggu. Gejala rinitis alergik ini dapat terjadi sepanjang tahun, penyebabnya terkadang sama dengan rinitis non alergik. Gejalanya sering timbul, akan tetapi hanya sekitar 2-4 % populasi yang mengalami gejala yang berarti. Rinitis alergik biasanya mulai timbul pada masa anak, sedangkan rinitis non alergik pada usia dewasa. Alergi terhadap tungau debu rumah merupakan penyebab yang penting, sedangkan jamur sering pada pasien yang disertai gejala asma dan kadang alergi terhadap bulu binatang. Alergen makanan juga dapat menimbulkan rinitis tetapi masih merupakan kontroversi. Pada orang dewasa sebagian besar tidak diketahui sebabnya. (1)

Gejala rinitis persisten hampir sama dengan gejala hay fever tetapi gejala gatal kurang, yang mencolok adalah gejala hidung tersumbat. Semua penderita dengan gejala menahun dapat bereaksi terhadap stimulus nonspesifik dan iritan. (1,5)

Sedangkan klasifikasi rinitis alergik yang baru menurut ARIA terdapat dua jenis sesuai dengan derajat beratnya penyakit. Rinitis alergik dibagi menjadi rinitis alergik ringan (mild) dan rinitis alergik sedang-berat (moderate-severe). Pada rinitis alergik ringan, pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya (seperti bersekolah, bekerja, berolahraga) dengan baik, tidur tidak terganggu, dan tidak ada gejala yang berat. Sebaliknya pada rinitis alergik sedang-berat, aktivitas sehari-hari pasien tidak dapat berjalan dengan baik, tidur terganggu, dan terdapat gejala yang berat. (1,5)

F. DIAGNOSA
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian.(5)

Riwayat atopi dalam keluarga merupakan faktor predisposisi rinitis alergik yang terpenting pada anak. Pada anak terdapat tanda karakteristik pada muka seperti allergic salute, allergic crease, Dennie’s line, allergic shiner dan allergic face seperti telah diuraikan di atas, namun demikian tidak satu pun yang patognomonik. Pemeriksaan THT dapat dilakukan dengan menggunakan rinoskopi kaku atau fleksibel, sekaligus juga dapat menyingkirkan kelainan seperti infeksi, polip nasal atau tumor. Pada rinitis alergik ditemukan tanda klasik yaitu mukosa edema dan pucat kebiruan dengan ingus encer. Tanda ini hanya ditemukan pada pasien yang sedang dalam serangan. Tanda lain yang mungkin ditemukan adalah otitis media serosa atau hipertrofi adenoid. (1,5)

Meskipun tes kulit dapat dilakukan pada semua anak tetapi tes kulit kurang bermakna pada anak berusia di bawah 3 tahun. Alergen penyebab yang sering adalah inhalan seperti tungau debu rumah, jamur, debu rumah, dan serpihan binatang piaraan, walaupun alergen makanan juga dapat sebagai penyebab terutama pada bayi. Susu sapi sering menjadi penyebab walaupun uji kulit sering hasilnya negatif. Uji provokasi hidung jarang dilakukan pada anak karena pemeriksaan ini tidak menyenangkan. (1,5)

Pemeriksaan sekret hidung dilakukan untuk mendapatkan sel eosinofil yang meningkat >3% kecuali pada saat infeksi sekunder maka sel neutrofil segmen akan lebih dominan. Gambaran sitologi sekret hidung yang memperlihatkan banyak sel basofil, eosinofil, juga terdapat pada rinitis eosinofilia nonalergik dan mastositosis hidung primer. (1,5)

G. PENGOBATAN
Penatalaksanaan rinitis alergik pada anak terutama dilakukan dengan penghindaran alergen penyebab dan kontrol lingkungan. Medikamentosa diberikan bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama. Imunoterapi pada anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan. Jenis-jenis terapi medikamentosa akan diuraikan di bawah ini. (1,5)

- Antihistamin-H1 oral
Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1 sehingga mempunyai aktivitas anti alergi. Obat ini tidak menyebabkan takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama dan kedua. Generasi pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin, sedangkan generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan loratadin/desloratadin. (1,5)

Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena mempunyai rasio efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi terbaru ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung. (1,5)

Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan efek antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek antikolinergik atau kardiotoksisitas. (1,5)

- Antihistamin-H1 lokal
Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga bekerja dengan memblok reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja sangat cepat (kurang dari 30 menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata. Efek samping obat ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa pahit pada sebagian pasien. (1,5)

- Kortikosteroid intranasal
Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal terlihat setelah beberapa hari. (1,5)
Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol. (1,5)

- Kortikosteroid oral/IM
Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison, metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi. (1,5)

- Kromon lokal (‘local chromones’)
Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil, mekanisme kerjanya belum banyak diketahui. Kromon intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif dan masa kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat keamanannya baik. (1,5)
Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast dapat diberikan pada anak yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek samping. (1,5)

- Dekongestan oral
Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin, merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit jantung harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi, berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala, kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat meningkat, namun efek samping juga bertambah. (1,5)

- Dekongestan intranasal
Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10 hari untuk mencegah terjadinya rinitis medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi lebih ringan. (1,5)

Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak di bawah usia l tahun karena batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat. (1,5)

- Antikolinergik intranasal
Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat menghilangkan gejala beringus (rhinorrhea) baik pada pasien alergik maupun non alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat efek antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis alergik pada anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol. (1,5)

- Anti-leukotrien
Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast, akan memblok reseptor CystLT, dan merupakan obat yang menjanjikan baik dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan antihistamin-H1 oral, namun masih diperlukan banyak data mengenai obat-obat ini. Efek sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan baik. (1,5)

H. PROGNOSIS
Rhinitis alergik pada masa anak akan bertambah berat dengan bertambahnya usia. Kadangkala rhinitis alergik dapat merupakan masalah pada usia tua. Dengan mengetahui faktor penyebab, dengan penghindaran dapat mengurangi kekerapan timbulnya gejala. Penggunaan beberapa jenis medikamentosa profilaksis juga dapat mengurangi gejala yang timbul. (1,5)


DAFTAR PUSTAKA
1. AP Akib, Arwin., Munasir, Zakiudin., Kuniati, Nina. 2007. BUKU AJAR ALERGI IMUNOLOGI ANAK Edisi Kedua hal 246-252. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. Pusponegoro, Hardiono D., Rezeki S Hadinegoro, Sri., Firmanda, Dody., dkk. 2004. STANDAR PELAYANAN MEDIS KESEHATAN ANAK Edisi I hal 21-24. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Rahajoe, Nastiti N., Supriyatno, Bambang ., Setyanto, Darmawan budi . 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi pertama hal 278-295. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Behram., Kliegman., Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 vol 1 hal 773-775. Jakarta : EGC.
5. Widodo Judarwanto Sp.A, Dr. Rinitis Alergika, (online), (http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2009/05/17/rinitis-alergika, diakses 17 May 2009), 2009.

Rossa feat Ungu - Kupinang kau dengan bismillah....

Yak silahkan saja langsung download jika berminat...

klik aja disini