Kamis, 19 Desember 2013

Hip Dislocation

A. PENDAHULUAN
Dislokasi panggul lebih jarang dijumpai daripada dislokasi bahu atau siku. Mekanisme terjadinya dislokasi yaitu saat kaput yang  terletak di belakang asetabulum, kemudian segera berpindah ke dorsum illium. Biasanya juga mengalami cedera serius misalnya trauma benturan depan mobil akibat tabrakan mobil frontal. Penderita mungkin mengalami syok berat dan tidak dapat berdiri. Tungkainya terletak dalam posisi tinggi yang sesuai dengan paha difleksikan, dan dirotasikan ke interna. Tungkai pada sisi yang cedera lebih pendek daripada sisi yang normal. Lututnya bersandar pada paha yang berlawanan dan trokantor mayor dan pantat menonjol secara abnormal.

B. DEFENISI
Dislokasi hip joint adalah suatu kejadian/peristiwa menyakitkan di mana komponen peluru/bola/caput humeri tulang paha keluar dari tempatnya/acetabulum. Sehingga penderita mengalami rasa nyeri, karena caput humeri bergerak/bekerja bukan pada tempatnya lagi.

C. EPIDEMIOLOGI
Ras bukan merupakan faktor risiko untuk dislokasi hip. Dislokasi Hip lebih sering terjadi pada laki-laki muda dari pada orang yang karena cedera yang berhubungan dengan perilaku berisiko. Hip dislokasi akibat cedera traumatik lebih umum pada mereka yang lebih muda dari 35 tahun dibandingkan orang tua. Hip dislokasi akibat jatuh lebih umum pada mereka dari 65 tahun lebih tua.

D. PEMERIKSAAN FISIK
Seperti halnya korban trauma besar, penilaian jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi sangat penting primer. Selama survei sekunder, pemeriksaan dari korset panggul dan pinggul adalah wajib. Pemeriksaan harus terdiri dari inspeksi, palpasi, aktif / pasif rentang gerak, dan pemeriksaan neurovaskular.

1. Inspeksi : Dalam prakteknya, ini penampilan dapat diubah dengan adanya dislokasi atau fraktur-kelainan tulang lainnya
- Posterior : hip tertekuk, terputar ke dalam , dan adduksi.
- Anterior : hip tertekuk minimal, terputar ke luar dan abduksi

2. Palpasi: Meraba panggul dan ekstremitas bawah untuk cacat tulang-langkah kotor atau off. Dalam sebuah dislokasi hip anterior, kadang-kadang pada femoralis teraba hematoma. Hal ini menunjukkan cedera vaskular.

Range of motion: Pasien dengan dislokasi hip memiliki jangkauan sangat terbatas gerak. Mengevaluasi apa pasien dapat dilakukan dengan nyaman. Jangan paksa melakukan berbagai gerakan pada pasien yang tidak bisa mentolerir manipulasi normal,. Rentang nyeri gerak hampir tidak termasuk dislokasi hip.

Pemeriksaan Neurovaskular: Tanda-tanda cedera nervus ischiadicus meliputi:
- Hilangnya sensasi di kaki belakang dan kaki
- Kehilangan dorsoflexion (cabang peroneal) atau plantarflexion (cabang tibial)
- Kehilangan refleks tendon dalam (DTRs) di pergelangan kaki

Tanda-tanda cedera saraf femoralis adalah sebagai berikut:
- Hilangnya sensasi atas paha
- Kelemahan dari paha depan
- Kehilangan DTRs di lutut

Tanda-tanda cedera vaskuler meliputi:
- Hematoma
- Loss of pulses
- Muka pucat


Dislokasi Panggul

Tanda-tanda klinis terjadinya dislokasi panggul:
o Kaki pendek dibandingkan dengan kaki yang tidak mengalami dislokasi
o Kaput femur dapat diraba pada panggul
o Setiap usaha menggerakkan pinggul akan mendatangkan rasa nyeri

E. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang pelvis adalah penghubung antara badan dan anggota bawah yaitu tulang sakrum dan koksigeus bersendi antara satu dengan yang lainnya.

Pada simfasis pubis pelvis terbagi atas 2 bagian :
1.    Pelvis mayor atau rongga panggul besar.
2.    Pelvis minor atau rongga panggul kecil
Di antara ke 2 rongga tersebut dibatasi oleh garis tepi atau linea terminalis.

Sendi - sendi pelvis antara lain : sendi sakro iliaka adalah sendi antara ilium yang disebut aurikuler dan kedua sisi sakrum, gerakan ini sangat sedikit karena ligamennya sangat kuat menyatukan permukaan sendi sehingga membatasi gerakan ke seluruh jurusan.

F. PATOFISIOLOGI
Dislokasi panggul paling sering dialami oleh dewasa muda dan biasanya diakibatkan oleh abdukasi, ekstensi dan ekstra traumatik yang berlebihan. Contohnya posisi melempar bola berlebihan. Caput humeri biasanya bergeser ke anterior dan inferior melalui robekan traumatik pada kapsul sendi panggul.

Faktor yang sering menyebabkan resiko dislocation hip joint adalah:
Pelvis yang mempunyai peluru/bola/caput yang kecil dengan diameter 22 mm, dan peluru/bola/caput yang memiliki leher/collum yang tebal.

G. KLASIFIKASI
Dislokasi panggul ada 3 macam, yaitu dislokasi panggul posterior, dislokasi panggul anterior, dan dislokasi panggul central.

Dislokasi Panggul Posterior
Dislokasi posterior hip joint biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan fleksi 900 dan sedikit adduksi.

Pemeriksaan pada penderita dislokasi posterior hip joint akan menunjukkan tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum. Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim pada kasus dislokasi hip joint.

- Gejala klinis
Pemeriksaan pada penderita dislokasi panggul posterior akan menunjukkan tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum.


Dislokasi Panggul Posterior
Mekanisme trauma pada dislokasi posterior karena kaput femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya tejadi karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada di bagian depan lutut. Kelainan ini juga dapat juga terjadi sewaktu mengendarai motor. 50% dislokasi disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau besar.

Terdapat klasifikasi menurut Thompson Epstein (1973) yang penting untuk rencana pengobatan:
Tipe I   : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil.
Tipe II  : dislokasi dengan fragmen tulang yang besar pada bagian posterior asetabulum.
Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir asetabulum yang komunitif.
Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum.
Tipe V  : dislokasi dengan fraktur kaput femur.

Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah dilakukan : kaki pendek, adduksi, rotasi internal dan sedikit fleksi. Tetapi kalau salah satu tulang panjang mengalami fraktur, biasanya femur, cedera panggul dengan mudah dapat terlewat. Pedoman yang terbaik adalah memotret pelvis dengan sinar X pada tiap kasus cedera yang berat, dan pada fraktur femur, pemeriksaan sinar X harus mencakup panggul. Tungkai bawah harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera saraf ischiadikus. 
Pada foto anteroposterior kaput femoris terlihat di luar mangkuknya dan di atas asetabulum. Segmen atap asetabular atau kaput femoris mungkin telah patah dan bergeser; foto oblik berguna untuk menunjukkan ukuran fragmen itu. Kalau fraktur ditemukan, fragmen tulang yang lain (yang mungkin perlu dibuang) harus dicurigai. CT scan adalah cara terbaik untuk menunjukkan fraktur asetabulum atau setiap fragmen tulang. 
Keadaan dislokasi panggul merupakan tindakan darurat karena reposisi yang dilaksanakan segera mungkin dapat mencegah nekrosis avaskuler kaput femur. Makin lambat reposisi dilaksanakan makin tinggi kejadian nekrosis avaskuler. Reposisi tertutup dilakukan dengan pembiusan umum menurut beberapa cara : metode Bigelow, metode Stimson, dan metode Allis. Metode Allis merupakan metode yang lebih mudah.

- Pemeriksaan
Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa kemampuan sensorik dan motorik extremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang mengalami dislokasi, karena kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu komplikasi masalah yang tidak lazim pada kasus dislokasi panggul. Pemeriksaan penunjang dengan pembuatan X - ray foto, umumnya dengan proyeksi AP.

X-Ray Foto Dislokasi Panggul Posterior

- Penatalaksanaan
Terapi untuk mengembalikan keadaan ini ada dua cara :
1.    Metode Allis : penderita dalam posisi terlentang di lantai, pembantu menahan panggul dan menekannya. Ahli bedah melakukan fleksi pada lutut sebesar 900 dan tungkai diadduksi ringan dan rotasi medial. Lengan bawah ditempatkan dibawah lutut dan dilakukan traksi vertikal dan kaput femur diangkat dari bagian posterior asetabulum. Panggul dan lutut diekstensikan secara hati-hati. Syarat terpenting dalam melakukan reposisi adalah sesegera mungkin dan dilakukan dengan pembiusan umum disertai relaksasi yang cukup. Pada tipe II setelah reposisi maka fragmen yang besar difiksasi dengan screw secara operasi. Pada tipe III biasanya dilakukan reduksi tertutup dan apabila ada fragmen yang terjebak dalam asetabulum dikeluarkan melalui tindakan operasi. Tipe IV dan V juga dilakukan reduksi secara tertutup dan apabila bagian fragmen yang lepas tidak tereposisi maka harus direposisi dengan operasi. Pasca reposisi dilakukan traksi kulit selama 4-6 minggu, setelah itu tidak menginjakkan kaki dengan jalan mempergunakan tongkat selama 3 bulan.

2.    The Bigelow Maneuver : Tempatkan penderita di lantai (telentang). Amati (dislokasi) secara cermat dan suruh seorang asisten mendorongnya ke anterosuperior pada SIAS. Fleksikan lutut penderita dan panggulnya, dan rotasikan tungkainya pada posisi netral. Tarik tungkainya ke atas secara terus-menerus dengan lembut. Saat masih dilakukan traksi (penarikan) sesuai arah femur, rendahkan tungkainya ke lantai. Reduksi biasanya jelas dirasakan tetapi perlu didukung dengan sinar-X. Jika metode tersebut gagal mereduksi dislokasi, minta asisten meneruskan penekanan secara kuat pada SIAS. Dengan lutut sebagian difleksikan, tarik tungkai sesuai dengan deformitas. Fleksikan panggul perlahan hingga 90o dan rotasikan secara lembut ke internal dan eksternal untuk melepaskan kaput dari struktur-struktur yang menahannya. Kembalikan kaput pada tempatnya dengan rotasi interna dan eksterna lebih lanjut, atau rotasi eksterna dan ekstensi. Bila masih terpengaruh anestesi, periksa lutut, apakah terdapat ruptur ligamentum cruciatum posterior.

The Bigelow Manouver

Segera setelah penderita dianestesi, tempatkan ia dengan wajah menghadap ke meja, sehingga paha yang cedera terkatung ke bawah dengan lututnya pada 90o dan kakinya bersandar pada lutut anda. Suruh seorang asisten memegang paha yang normal secara horizontal, agar pelvis tidak menjadi miring. Tekan terus menerus ke arah bawah pada lutut yang difleksikan hingga otot-ototnya berelaksas dan kaput femoris dapat masuk ke asetabulum. Jika perlu goyangkan lututnya.
             Jika metode ini gagal, rujuk untuk dilakukan reduksi terbuka.
Uji stabilitas, saat penderita masih diberi anestesi, fleksikan panggulnya sampai 90o dan lakukan pemeriksaan apakah kaput femoris mudah keluar dari asetabulum dari arah posterior ataukah tetap pada tempatnya. Jika dapat tergelincir dengan mudah, diduga ada fraktur pada tepi posterior    asetabulum.

Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut, dengan:
1. Jika reduksi stabil, pelaksanaan bergantung pada pergerakannya, apakah menimbulkan sakit atau tidak. Jika tidak menimbulkan rasa sakit, maka tidak diperlukan traksi, karena itu lakukan pergerakan aktif di tempat tdur dan setelah 10 hari penderita diberi tongkat ketiak dengan menahan beban berat parsial. Jika pergerakan menimbulkan nyeri, lakukan traksi ekstensi hingga nyeri hilang, lalu berdirikan dengan tongkat ketiak, dilanjutkan dengan menahan beban berat parsial    sampai    penuh.
2. Jika reduksi tidak stabil, sehingga kaput femur keluar dari asetabulum, maka lakukan pemeriksaan sinar-X. Jika hasilnya menunjukkan satu potongan tulang besar patah dari pinggir asetabulum, maka rujuk untuk perbaikan. Sebaliknya, lakukan traksi ekstensi dengan pen tibia. Jika reduksi dapat dikontrol, lanjutkan untuk menggunakan sekurang-kurangnya 6 minggu.

- Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi dislokasi panggul posterior, yaitu :
1. Lesi N. Ischiadicus
2. Nekrosis avaskuler terjadi 1 -2 tahun pasca trauma
3. Artrosis degeneratif

    Komplikasi dapat berupa komplikasi dini yaitu kerusakan nervus skiatik, kerusakan pada kaput femur, kerusakan pada pembuluh darah, dan fraktur diafisis femur. Komplikasi lanjut dapat berupa nekrosis avaskuler, miositis osifikans, osteoartritis.

Dislokasi Panggul Anterior
Pada cedera ini pederita biasanya terjatuh dari suatu tempat tinggi dan menggeserkan kaput femur di depan asetabulum. Pemeriksaan dislokasi anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak dapat bergerak fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di depan triangle femur.

- Gejala klinis dan Pemeriksaan
Pemeriksaan dislokasi panggul anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan seringkali agak fleksi. Dalam posisi adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak dapat bergerak fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada di depan triangle femur.

- Penatalaksanaan
Terapi dilakukan dengan membaringkan penderita di lantai, dan lakukan anestasi seperti pada penanganan dislokasi panggul posterior. Dengan melakukan pengamatan secara cermat, suruh seorang asisten menarik pelvisnya dengan kuat sepanjang manuver pada SIAS. Pegang tungkai penderita dan bengkokkan panggul dan lutut sampai 90o. Rotasikan tungkainya ke posisi netral. Hal ini akan mengubah dislokasi panggul anterior menjadi posterior. Tarik tungkai penderita terus menerus ke atas agar dapat mengangkat kaput femur ke dalam asetabulum.

Jika panggul tidak dapat direduksi, turukan tungkainya ke lantai ketika sedang mempertahankan reduksi. Jika panggul masih tidak dapat direduksi, maka gunakan traksi sesuai dengan arah deformitas (fleksi dan adduksi). Saat mempertahankan traksi, angkat tungkainya pada posisi vertikal agar dapat membawa kaput femur pada tepi anterior asetabulum. Sekarang, dengan masih mempertahankan traksi, rotasikan tungkai ke internal dan turunkan pahanya menjadi posisi yang diekstensikan. Jika panggul masih tidak dapat direduksikan, suruh seorang asisten terus memegang pelvis dengan kuat. Suruh asisten kedua berdiri di depannya dan menarik dengan kuat sesuai dengan arah femur. Abduksikan panggul yang normal dan letakkan tumit anda tanpa sepatu pada tempat kaput femur yang anda pikirkan. Kemudian tekan ke arah posterolateral hingga kaput masuk ke dalam socket dengan bunyi debam. Jika gagal, rujuk untuk dilakukan reduksi terbuka. Setelah dilakukan reduksi diperlukan perawatan lebih lanjut, pertahankan penderita di tempat tidur hingga ia dapat mengontrol panggulnya kembali. Kemudian biarkan ia berdiri dan menahan beban berat. Amati kaput femur terhadap nekrosis aseptik, sama seperti dislokasi panggul posterior.

Dislokasi Panggul Central / Obturator
Dislokasi obturator ini sangat jarang ditemukan. Dislokasi obturator disebabkan karena gerakan abduksi yang berlebih (hiper-abduksi) dari panggul yang normal yang disebabkan karena trokantor mayor bergerak berlawanan dengan pelvis untuk mengungkit kaput femur keluar dari asetabulum.

- Gejala Klinis dan pemeriksaan
Panggul akan sangat terlihat dalam posisi abduksi dan tidak dapat dibawa ke posisi normal tanpa penyesuaian dari pelvis. Kelainan saraf sangat jarang terlihat pada kasus seperti ini.

- Penatalaksanaan
Terapi pada dislokasi obturator, yang terjadi akibat sobeknya capsul inferior, adalah sangat memungkinkan untuk mengubah dislokasi ini menjadi dislokasi panggul anterior maupun posterior, dan kemudian dapat direduksi dengan cara yang tepat. Bagaimanapun juga traksi abduksi pada tungkai dengan traksi yang berlawanan dengan pelvis sangat diperlukan. Berikan tekanan kuat, lalu letakkan pada sisi medial kaput femur dengan melakukan sedikit gerakan internal dan eksternal rotasi. Adduksikan ke posisi normal. Selama kaput femur yang mengalami dislokasi tidak bergerak ke arah yang dapat mengganggu suplay darah, penderita dapat mulai berjalan dengan tongkat ketiak tanpa beban pada tungkainya setelah beristirahat di tempat tidur selama beberapa hari. Penderita harus berjalan dengan tongkat ketiak selama 6 minggu dan melakukan pemeriksaan dengan sinar-X dengan interval 2 sampai 3 bulan untuk tahun pertama dan 6 bulan untuk tahun kedua. Kemungkinan terjadi avascular necrosis sangat kecil karena arah dislokasi ini.

Dislokasi Hip Bawaan
Beberapa anak lahir dengan masalah yang disebut dislokasi pinggul bawaan pinggul (displasia). Kondisi ini biasanya didiagnosis segera setelah bayi lahir. Sebagian besar waktu, hal itu mempengaruhi hip kiri dalam kelahiran anak pertama, perempuan, dan bayi yang lahir dalam posisi sungsang.

Dislokasi Hip Kongenital

- Anatomi
Dalam dislokasi pinggul, bola pada bagian atas tulang paha (femoralis kepala) tidak duduk aman di soket (acetabulum) dari sendi pinggul. Sekitarnya ligamen juga dapat lepas dan meregang. Bola dapat lepas dalam soket atau benar-benar luar itu.

- Penyebab
Penyebab masalah ini masih belum diketahui.

- Gejala
Pada dislokasi bawaan, tanda awal mungkin "mengklik" suara saat kaki bayi yang baru lahir didorong terpisah. Jika kondisi itu terus terdeteksi pada tahap bayi, akhirnya kaki yang terkena akan tampak lebih pendek dari yang lain, kulit di lipatan paha akan muncul tidak merata, dan anak akan memiliki fleksibilitas lebih pada sisi yang terkena. Ketika ia mulai berjalan, ia mungkin akan lemas, berjalan kaki, atau "goyangan" seperti bebek.

- Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan bila terdapat gambaran :
1. Asimetri lipatan paha
2. Uji Ortolaini, Barlow dan Galeazzi positif
3. Asetabuler indeks 400 atau lebih besar
4. Disposisi lateral caput femoris pada radiogram
5. Limitasi yang menetap pada gerakan sendi panggul dengan atau tanpa gambaran radiologic yang abnormal
6. Kombinasi dari hal-hal yang disebutkan diatas

- Pengobatan
Pada dislokasi sendi panggul bawaan diperlukan penanganan yang lebih dini dan untuk itu diagnosis penyakit ini harus sedini mungkin, sehingga pemeriksaan ortopedi yang lengkap dap teliti pada bayi baru lahir perlu dilakukan.

Pengobatan umumnya hanya dengan memasang bidai untuk mempertahankan sendi panggul pada posisinya.

Sebanyak 80-90% sendi panggul pada bayi baru lahir tidak stabil sampai usia 3 bulan dan biasanya dalam jangka waktu 23 minggu panggul akan menjadi stabil secara spontan. Bila sendi panggul tetap tidak stabil setelah jangka waktu tersebut, sebaiknya dilakukan pengawasan yang lebih lanjut. Dislokasi panggul pada penderita 3-18 bulan, dapat dicoba reduksi tertutup dan tindakan operasi dipertimbangkan bila reduksi ini tidak berhasil. Bila penderita berusia 18 bulan sampai 5 tahun maka kelainan telah bersifat irreversible sehingga tindakan operasi merupakan satu-satunya alternative pengobatan untuk mengoreksi kelainan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
1.    Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta: PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).
2.    Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. Penerbit Buku Kedoktern EGC. Jakarta
3.    www.scribd.com

Internsip di Pulau Nias

Yaahowu....
Ya begitulah sapaan warga sekitar sini bila berpapasan di jalan atau mungkin sekedar “Say Hello” saja..
Yak saya sekarang sedang berada di Pulau Nias,, tepatnya di kota Gunungsitoli menjalani program dari Kemenkes yang disebut dengan Program Internsip Dokter Indonesia.
Bagi sebagian orang mungkin masih aneh mendengar kata Dokter Internship ini… Apakah sama dengan Dokter Muda (Co – Ass) ?? jawabnya tidak..
Dokter Internsip adalah program yang harus dijalani seorang dokter apabila dokter tersebut telah menyelesaikan Co-Ass/kepaniteraan klinik dan telah lulus UKDI (Ujian Kompetensi Dokter Indonesia). Jadi kalau belum lulus UKDI ya gak bisa ikut internsip.. hahahhaa..
Internsip ini dilakukan selama  1 tahun..  dan kebetulan saya mendapatkan tempat di Nias ini.
Awalnya saya tidak berpikir bisa dapat tempat disini.. maunya sih yang dekat2 saja dari rumah.. hehehehe.. tapi karena situasi, akhirnya saya memutuskan untuk internsip disini.. Di Pulau Nias...
Pada saat pertama kali datang ke pulau ini,, saya merasa sedikit takut. Karena kata orang,,Nias itu masyarakatnya masih kuno,, masi ortodok,, dan tidak jarang mereka melakukan hal-hal yang berbau mistis untuk menjatuhkan orang yang tidak mereka senangi.. Serem kaann..

Tapi semua pemikiran saya itu akhirnya berubah total setelah saya selama beberapa bulan tinggal disini.. Orang-orang disini ternyata baik-baik lhoo.. gk seperti kata orang.. Ya saya punya prinsip,,kita baik2 aja sama orang, mudah2an orang lain juga baik sama kita..
Ya walaupun muka masyarakat disini agak serem dan logatnya keras,, tapi sifat mereka baik terhadap saya..
 
Banyak pengalaman yang saya dapat sejak tinggal di Nias ini.. salah satunya yaa dari program internsip ini,, saya banyak mendapat ilmu yang sebelumnya saya tidak tahun dari senior ataupun supervisor di Rumah Sakit.. Walaupun memang kadang ada senior yang jahil yang mengajarkan ilmu2 yang sesat kepada saya.. Ya intinya ilmu itu harus disaring juga lahh,, jangan diterima mentah2 ya kan..
Dan disini juga saya bertemu dengan kawan SMA saya.. yaa lumayan lah buat mempererat silaturahmi..
Trus kan di Nias itu pantainya bagus2.. Ini salah satu pantai yang sempat saya abadikan fotonya..

Gimana?? Bagus kan pantainyaaaaa.... 

Pengalaman yang lain yang saya dapat lagi dan menurut saya paling penting,, saya jadi bisa belajar berdaptasi di lingkungan yang berbeda dan saya jadi bisa menilai karakter2 dari masing2 orang.. Karena tiap orang itu punya karakter masing2 dan beda pula cara menyikapinya..